Antara Foto Tersenyum Berselimut Toga dengan Hati yang Gundah Menghadapi Tantangan: Realita Pengangguran Pasca-Wisuda di Aceh
Upacara wisuda atau hari kelulusan merupakan hari yang paling dinantikan oleh seluruh Mahasiswa sudah pasti. Penantian bertahun-tahun dan berbagai macam mata kuliah yang kemudian berkutat dengan tugas akhir, seminar proposal, dan revisi yang terkadang penuh drama, akhirnya hari itu datang juga yaitu “wisuda”. Mengenakan toga yang melingkar di kepala, berdiri di podium, tersenyum manis dan lebar yang diiringi perasaan haru ketika menerima ijazah, adalah puncak dari perjuangan di masa perkuliahan yang panjang. Yang membuat momen ini memiliki kesan yang istimewa adalah seseorang dapat dikatakan memiliki tingkat akademik yang lebih tinggi dengan memiliki gelar sesuai jurusannya daripada seseorang yang hanya menempuh pendidikan di bangku sekolah. Tak heran, momen ini selalu dirayakan secara besar-besaran, difoto dari berbagai sudut, dan diunggah di media sosial dengan caption yang menyentuh hati.
Namun, dibalik senyum
yang lebar tersebut tidak sedikit pula Mahasiswa yang mengalami kegundahan akan
masa depan yang pada awalnya mungkin berangan-angan untuk dapat mengejar impian
sejak kecil namun seketika berubah sesuai dengan kenyataan yang dialami. Akankah
senyum lebar yang menjadi saksi keluh kesah dimasa perkuliahan itu bertahan lama?,
atau hanya menjadi tirai yang menutupi rasa gelisah dalam menghadapi problematika
kehidupan di kemudian hari.
Sangat disayangkan,
fakta mengatakan bahwa banyak lulusan
perguruan tinggi di Aceh yang hanya menghirup wangi kebahagiaan di hari wisudanya
saja. Setelah bunga pada bucket layu, toga tersimpan di bilik sunyi dan foto-foto wisuda mulai
tenggelam bertumpukkan dengan momen lain, muncul satu pertanyaan besar yang
menghantui: Lalu, di mana aku harus bekerja? Inilah kenyataan yang akan dihadapi
ribuan sarjana di Aceh, yaitu realita bagaimana sulitnya untuk mencari
pekerjaan yang layak, bahkan setelah bertahun-tahun mencari imu selama bangku perkuliahan.
Data
Pengangguran Lulusan Perguruan Tinggi di Aceh
Melalui data
Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di
kalangan lulusan perguruan tinggi masih tergolong tinggi. Bahkan masih lebih
tinggi jika dibandingkan dengan lulusan pendidikan menengah. Dalam hal ini, sangat
ironis untuk diterima bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, peluang
menganggurnya juga semakin besar, terutama di wilayah yang belum memiliki
banyak industri seperti Aceh yang mana memiliki sumber daya dan sejarah yang
sangat kaya. Pada Februari 2024, BPS mencatat bahwa lulusan diploma dan sarjana
di Aceh menyumbang persentase signifikan dari jumlah pengangguran terbuka.
Dari fenomena
ini kita di tunjukkan bahwa adanya ketimpangan antara jumlah lulusan perguruan
tinggi dan lapangan pekerjaan yang tersedia. Pada satu sisi,setiap tahun
seluruh perguruan tinggi di aceh meluluskan ribuan Mahasuswa/i. Namun pada sisi
lainya, industri lokal belum mampu menampung lulusan tersebut, bahkan tidak
menyediakan lowongan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang akademik
mereka.
Ketimpangan
antara Harapan dan Kenyataan
Seorang
Mahasiswa tentunya lahir melalui harapan yang besar dibekali dengan mental yang
siap tempur untuk menghadapi seluruh rintangan di perkuliahan. Asa untuk membanggakan
orang tua, meningkatkan seluruh aspek kehidupan keluarga, dan mendapatkan
pekerjaan yang layak. Namun tertampar kenyataan di lapangan sering kali tak
seindah ekspektasi. Setelah lulus, banyak dari mereka harus menghadapi
tantangan berat: lamaran kerja yang tak kunjung dibalas, syarat dan pengalaman
yang bahkan tidak masuk akal untuk fresh graduate, hingga persaingan yang sangat ketat dengan pemburu
rupiah lainnya.
Tantangan
Khusus pada Provinsi Aceh
Situasi di Aceh
tentunya tidak bisa disamakan dengan provinsi-provinsi besar seperti di pulau Jawa.
Hal ini disebabkan lantaran Aceh masih dalam tahap pemulihan dan pembangunan
pasca-konflik dan musibah tsunami pada tahun 2004. Sebenarnya, pembangunan dalam
segi infrastruktur dan ekonomi sudah berjalan, namun belum mampu untuk mengejar
jumlah tenaga kerja yang tersedia.
Salah satu
faktor utama yang menyebabkan tingginya angka pengangguran terdidik di Aceh
adalah ketidaksesuaian antara kompetensi yang dimiliki lulusan dengan kebutuhan
pasar kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Idayati (2020) di Kota Banda Aceh
menunjukkan bahwa variabel tingkat upah, kesempatan kerja, dan pendidikan sangat
berpengaruh terhadap pengangguran terdidik. Upah yang rendah dan serta
terbatasnya kesempatan kerja menjadi hambatan utama bagi lulusan untuk
memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahlian mereka. (repository.ar-raniry.ac.id)
Peran Kampus
dan Pemerintah
Kampus sebagai
pencetak lulusan harus mulai melakukan reorientasi. Kampus sebaiknya menerapkan
program peningkatan aspek keterampilan untuk kesiapan kerja. Ini dapat
diwujudkan dengan program magang, kerja praktik, pelatihan keterampilan
digital, dan pengembangan soft skill. Kemudian kurikulum juga perlu disesuaikan
dengan kebutuhan industri dan dunia kerja masa kini.
Selanjutnya pemerintah
daerah harus mendobrak terbukanya lapangan kerja baru. Misalnya, dengan
memberikan insentif bagi investor yang membuka usaha di Aceh, mempermudah akses
bagi UMKM, serta mendorong pelatihan kewirausahaan berbasis teknologi digital. Yang
mana di era saat ini juga banyak kewirausahaan yang berbasis media digital.
Peran Mahasiswa
dan Lulusan
Sebagai
mahasiswa atau lulusan, kita juga harus proaktif mempersiapkan diri.artinya
tidak hanya mengandalkan nilai IPK dan Ijazah saja. Perku diketahuai bahwa Dunia
kerja tidak lagi hanya melihat latar belakang pendidikan, tetapi juga sejauh
mana seseorang memiliki kemampuan praktis, mampu beradaptasi, dan punya
semangat juang.
Mahasiswa harus
memanfaatkan masa kuliah untuk memperbanyak pengalaman, bergabung dengan organisasi,
seminar, lomba, atau relawan. Dengan memperkuas jaringan tentunya juga dapat
membantu untuk menemukan lapangan kerja. Jangan takut juga untuk memulai dari
bawah atau mencoba bidang baru yang mungkin belum sesuai dengan jurusan, karena
kadang peluang muncul dari hal yang tidak terduga.
Menyambut Masa
Depan dengan Realistis tapi Optimis
Wisuda memang
mencerminkan keberhasilan. Tapi perlu diketahui bahwa itu ialah titik awal
perjuangan hidup yang sesungguhnya. Tidak ada salahnya untuk bermimpi tinggi,
tetapi tetap harus menapak di bumi dan menghadapi rintangan dengan kesiapan
mental dan skil yang mumpuni.
Pengangguran bagi
para lulusan adalah hal yang sangat
menghantui dan kenyataan yang pahit, terutama di Aceh. Tapi hal itu tentunya dapat
diatasi. Dengan sinergi antara kampus, pemerintah, dunia usaha, dan kesadaran
diri lulusan sendiri, perubahan bisa perlahan terjadi. Kita hanya perlu terus
berani melangkah, tegun belajar, dan tidak mudah menyerah.
Komentar
Posting Komentar