Program One Village One Product (OVOP): Superhero untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Lokal dan Ekonomi Aceh
Dibalik akan beragamnya budaya serta lestarinya alam provinsi Aceh, namun amat sangat disayangkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mampu memanfaatkan atau mengolaborasikan seluruh hasil kekayaan alamnya dengan era yang saat ini semakin melaju waktu demi waktu. Hal ini menjadikan Aceh masih kesulitan dalam mengatasi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Berdasarkan data terbaru, tingkat kemiskinan di Aceh mencapai 12,64% pada September 2024, meskipun mengalami penurunan dari 14,23% pada Maret 2024 (https://aceh.bps.go.id/id/pressrelease/2025/01/15/1098/persentase-penduduk-miskin-di-aceh-mencapai-12-64-persen-pada-september-2024.html) .
Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2023 berada di angka 6,03%, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 5,32% (https://www.kompasiana.com/lorongmandiri1237/654fb744ee794a7d8826e0e4/persoalan-pengangguran-di-aceh-tantangan-dan-solusi) . Masalah ini saling berkaitan dan membutuhkan solusi yang terintegrasi.
Sebenarnya ada banyak cara untuk mendongkrak tingkat perekonomian di Aceh, dengan kekayaan budaya dan sumber daya alamnya, sudah pasti akan memiliki potensi besar untuk mengembangkan produk lokal yang berkualitas. Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah program One Village One Product (OVOP), yang bertujuan untuk mendorong setiap desa menghasilkan produk unggulan berbasis kearifan lokal. Program ini telah berhasil diterapkan di Banda Aceh. Akan tetapi masih banyak daerah yang kurang terlihat perkembangannya dalam menjalankan program ini. Tentunya keberhasilan Kota Banda Aceh diharapkan dapat menjadi model bagi pengembangan ekonomi kreatif di wilayah lain di Aceh.
Seberapa Penting OVOP untuk Aceh?
Program OVOP bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk lokal di pasar nasional dan internasional. Dan diharapkan melalui program ini tidak hanya membantu mengurangi pengangguran dan kemiskinan, tetapi juga memperkuat identitas budaya melalui produk-produk khas daerah sekaligus mempromosikan kekayaan alamnya. Sebagai contoh, di Banda Aceh terdapat 368 produk yang menjalani program OVOP dari 90 desa. Produk tersebut mencakup makanan ringan, kerajinan tangan, hingga kain tenun tradisional. Produk-produk ini telah dipasarkan secara lokal, antarprovinsi, bahkan internasional (https://aceh.bps.go.id/id/pressrelease/2024/11/05/1081/tingkat-pengangguran-terbuka-di-aceh-mencapai-5-75-persen-di-agustus-2024.html) .
Perlu diketahui dengan adanya program OVOP ini juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis komunitas lantaran dalam penerapannya memanfaatkan potensi lokal. Melalui kegiatan tersebut pula akan memunculkan kualitas produk yang kompetitif di pasar global. Selain itu keunggulan program ini juga akan mendoronhg diversifikasi sektor ekonomi, terutama di wilayah yang selama ini bergantung pada sektor primer seperti pertanian.
Meskipun memiliki banyak manfaat, implementasi OVOP di Aceh menghadapi beberapa tantangan. Pertama, Keterbatasan Modal dan Fasilitas yang menjadi beban bagi para pelaku untuk mendapatkan akses permodalan dan fasilitas produksi modern. Kedua, berkaitan dengan masalah pemasaran sebagian besar produk masih bergantung pada pasar lokal karena keterbatasan strategi promosi dan distribusi. Sebagai contoh masyarakat Aceh Tengah dan Bener Meriah yang sebagian besarnya sebagai petani kopi bahkan mungkin memliki lahan yang ber hektar-hektar juga masih banyak yang belum mengetahui bahwa ada cara pendistribusian yang lebih luas. Hal ini juga mungkin didasari dengan keraguan akan adanya pasar modern atau era digitalisasi. Ketiga, kurangnya sertifikasi produk atau beberapa produk belum memiliki izin edar atau sertifikasi yang diperlukan untuk menembus pasar lebih luas (https://rama.unimal.ac.id/id/eprint/3007/1/FINALLY%20SKRIPSI%20JUNIA.pdf) .
Maka dari itu untuk memastikan keberhasilan program OVOP dalam meningkatkan daya saing produk lokal dan ekonomi Aceh, perlu adanya kerjasama antara beberapa pihak dalam penerapannya. Pihak Pemerintah perlu mendorong investasi di sektor-sektor produktif seperti industri kreatif dan pariwisata. Ekonomi kreatif telah terbukti menjadi solusi efektif dalam menciptakan lapangan kerja baru di Banda Aceh melalui pengembangan produk lokal seperti kuliner. Lebih dari itu, Pemerintah juga sebaiknya lebih mengoptimalkan ketika mengadakan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pemasaran seperti memanfaatkan platform e-commerce agar seluruh peserta atau para pengusaha mampu mengelola bisnis dan lebih terbuka dalam berinovasi.
Kemudian untuk para pebisnis atau pengrajin diharapkan untuk mau mendaftarkan serta mengurus seluruh rangkaian dalam proses sertifikasi dan standarisasi produk. Seperti membuat izin edar, sertifikasi halal atau label mutu lainnya. Dan para pelaku usaha lebih baiknya selalu melek dengan era digitalisasi seperti memanfaatkan media sosial sebagai alat promosi yang efektif untuk meningkatkan permintaan pasar.
Program One Village One Product (OVOP) adalah solusi strategis untuk meningkatkan daya saing produk lokal sekaligus memperkuat ekonomi Aceh. Dengan memanfaatkan potensi lokal dan melibatkan berbagai pihak pemerintah, swasta, serta masyarakat Aceh dapat menjadi pusat ekonomi kreatif yang tidak hanya dikenal di Indonesia tetapi juga di dunia internasional. Keberhasilan program ini membutuhkan komitmen bersama untuk mengatasi tantangan yang ada dan memastikan keberlanjutannya sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi berbasis komunitas.
Komentar
Posting Komentar